Kesalahan dalam berHaji
 
 Oleh
 Kumpulan Ulama
 
 
 Pertama : Beberapa Kesalahan Dalam Ihram
 
 Melewati miqat dari tempatnya tanpa berihram dari miqat tersebut,  sehingga sampai di Jeddah atau tempat lain di daerah miqat, kemudian  melakukan ihram dari tempat itu. Hal ini menyalahi perintah Rasul  Shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengharuskan setiap jama'ah haji agar  berihram dari miqat yang dilaluinya.
 
 Maka bagi yang melakukan hal tersebut, agar kembali ke miqat yang  dilaluinya tadi, dan berihram dari miqat itu kalau memang memungkinkan.  Jika tidak mungkin, maka ia wajib membayar fidyah dengan menyembelih  binatang kurban di Mekkah dan memberikan keseluruhannya kepada  orang-orang fakir. Ketentuan tersebut berlaku bagi yang datang lewat  udara, darat maupun laut.
 
 Jika tidak melintasi salah satu dari kelima miqat yang sudah maklum itu,  maka ia dapat berihram dari tempat yang sejajar dengan miqat pertama  yang dilaluinya.
 
 Kedua : Beberapa Kesalahan Dalam Tawaf
 
 [1] Memulai tawaf sebelum Hajar Aswad, sedang yang wajib haruslah dimulai dari Hajar Aswad.
 
 [2] Tawaf didalam Hijr Ismail. Karena yang demikian itu berarti ia tidak  mengelilingi seluruh Ka'bah, tapi hanya sebagiannya saja, karena Hijir  Ismail itu termasuk Ka'bah. Maka dengan demikian Tawafnya tidak sah  (batal).
 
 [3] Ramal (berjalan cepat) pada seluruh putaran yang tujuh. Padahal  ramal itu hanya dilakukan pada tiga putaran pertama, dan itupun tertentu  dalam tawaf Qudum saja.
 
 [4] Berdesak-desakan untuk dapat mencium Hajar Aswad, dan kadang-kadang  sampai pukul-memukul dan saling mencaci-maki. Hal itu tidak boleh,  karena dapat menyakiti sesama muslim disamping memaki dan memukul antar  sesama muslim itu dilarang kecuali dengan jalan yang dibenarkan oleh  Agama. Tidak mencium Hajar Aswad sebenarnya tidak membatalkan Tawaf,  bahkan Tawafnya tetap dinilai sah sekalipun tidak menciumnya. Maka  cukuplah dengan berisyarat (mengacungkan tangan) dan bertakbir disaat  berada sejajar dengan Hajar Aswad, walaupun dari jauh.
 
 [5] Mengusap-ngusap Hajar Aswad dengan maksud untuk mendapatkan barakah  dari batu itu. Hal ini adalah bid'ah, tidak mempunyai dasar sama sekali  dalam syari'at Islam. Sedang menurut tuntunan Rasulullah cukup dengan  menjamah dan menciumnya saja, itupun kalau memungkinkan.
 
 [6] Menjamah seluruh pojok Ka'bah, bahkan kadang-kadang menjamah dan  mengusap-ngusap seluruh dindingnya. Padahal Rasulullah Shallallahu  'alaihi wa sallam tidak pernah menjamah bagian-bagian Ka'bah kecuali  Hajar Aswad dan Rukun Yamani saja.
 
 [7] Menentukan do'a khusus untuk setiap putaran dalam tawaf. Karena hal  itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.  Adapun yang beliau lakukan setiap melewati Hajar Aswad adalah bertakbir  dan pada setiap akhir putaran antara Hajar Aswad dan rukun Yamani beliau  membaca :" Rabbanaa aatinaa fi-d-dunyaa hasanah wa fil akhirati hasanah  wa qinaa 'adzaa ba-n-naar" Artinya : Wahai Tuhan kami, berilah kebaikan  di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksaan api  neraka".
 
 [8] Mengeraskan suara pada waktu Tawaf sebagaimana dilakukan oleh  sebagian jama'ah atau para Mutawwif, yang dapat mengganggu orang lain  yang juga melekukan tawaf.
 
 [9] Berdesak-desakan untuk melakukan shalat di dekat Maqam Ibrahim. Hal  ini menyalahi sunnah, disamping mengganggu orang-orang yang sedang  Tawaf. Maka cukup melakukan shalat dua raka'at Tawaf itu di tempat lain  didalam Masjid Haram
 
 Ketiga : Beberapa Kesalahan Dalam Sa'i.
 
 [1] Ada sebagian jama'ah haji, ketika naik ke atas Safa dan Marwah,  mereka menghadap Ka'bah dan mengangkat tangan ke arahnya sewaktu membaca  takbir, seolah-olah mereka bertakbir untuk shalat. Hal ini keliru,  karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua telapak  tangan beliau yang mulia hanyalah di saat berdo'a. Di bukit itu,  cukuplah membaca tahmid dan takbir serta berdo'a kepada Allah sesuka  hati sambil menghadap Kiblat. Dan lebih utama lagi membaca dzikir yang  dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, saat beliau di bukit  Safa dan marwah.
 
 [2] Berjalan cepat pada waktu Sa'i antara Safa dan Marwah pada seluruh  putaran. Padahal menurut sunnah Rasul, berjalan cepat itu hanyalah  dilakukan antara kedua tanda hijau saja, adapaun yang lain cukup dengan  berjalan biasa.
 
 Keempat : Beberapa Kesalahan di Arafah
 
 [1] Ada sebagian jama'ah haji yang berhenti di luar batas Arafah dan  tetap tinggal di tempat tersebut hingga terbenam matahari. Kemudian  mereka berangkat ke Muzdalifah tanpa berwuquf di Arafah. Ini suatu  kesalahan besar, yang mengakibatkan mereka tidak mendapatkan arti haji.  Karena sesungguhnya haji itu ialah wuquf di Arafah, untuk itu mereka  wajib berada di dalam batas Arafah, bukan diluarnya. Maka hendaklah  mereka selalu memperhatikan hal wuquf ini dan berusaha untuk berada  dalam batas Arafah. Jika mendapatkan kesulitan, hendaklah mereka  memasuki Arafah sebelum terbenam matahari, dan terus menetap disana  hingga terbenam matahari. Dan cukup bagi mereka masuk Arafah di waktu  malam khususnya pada malam hari raya kurban.
 
 [2] Ada sebagian mereka yang pergi meninggalkan Arafah sebelum terbenam  matahari. Ini tidak boleh, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa  sallam, melakukan wuquf di Arafah sampai matahari terbenam dengan  sempurna.
 Berdesak-desakan untuk dapat naik ke atas gunung Arafah dan sampai ke  puncaknya, yang dapat menimbulkan banyak mudarat. Sedangkan seluruh  padang Arafah adalah tempat berwuquf, dan naik ke atas gunung Arafah  tidak disyari'atkan, begitu juga shalat di tempat itu.
 
 [3] Ada sebagian jama'ah haji yang menghadap ke arah gunung Arafah  ketika berdo'a. Sedang menurut sunnah, adalah menghadap Kiblat.
 
 [4] Ada sebagian jama'ah haji membikin gundukan pasir dan batu kerikil  pada hari Arafah di tempat-tempat tertentu. Ini suatu perbuatan yang  tidak ada dasarnya sama sekali dalam syari'at Allah.
 
 Kelima : Beberapa Kesalahan di Muzdalifah
 
 Sebagian jama'ah haji, di saat pertama tiba di Muzdalifah, sibuk dengan  memungut batu kerikil sebelum melaksanakan shalat Maghrib dan Isya dan  mereka berkeyakinan bahwa batu-batu kerikil pelempar Jamrah itu harus  diambil dari Muzdalifah.
 
 Yang benar, adalah dibolehkannya mengambil batu-batu itu dari seluruh  tempat di Tanah Haram. Sebab keterangan yang benar dari Nabi Shallallahu  'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau tak pernah menyuruh agar  dipungutkan untuk beliau batu-batu pelempar Jamrah Aqabah itu dari  Muzdalifah. Hanya saja beliau pernah dipungutkan untuknya batu-batu itu  diwaktu pagi ketika meninggalkan Muzdalifah setelah masuk Mina
 
 Ada pula sebagian mereka yang mencuci batu-batu itu dengan air, padahal inipun tidak disyari'atkan.
 
 Keenam : Beberapa Kesalahan Ketika Melempar Jamrah
 
 [1] Ketika melempar Jamrah, ada sebagian jama'ah haji yang beranggapan,  bahwa mereka itu adalah melempar syaithan. Mereka melemparnya dengan  penuh kemarahan disertai dengan caci maki terhadapnya. Padahal melempar  Jamrah itu hanyalah semata-mata disyari'atkan untuk melaksanakan dzikir  kepada Allah.
 
 [2] Sebagian mereka melempar Jamrah dengan batu besar, atau dengan  sepatu, atau dengan kayu. Perbuatan ini adalah berlebih-lebihan dalam  masalah agama, yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa  sallam. Yang disyariatkan dalam melemparnya hanyalah dengan batu-batu  kecil sebesar kotoran kambing.
 
 [3] Berdesak-desakan dan pukul-memukul didekat tempat-tempat Jamrah  untuk dapat melempar. Sedang yang disyari'atkan adalah agar melempar  dengan tenang dan hati-hati, dan berusaha semampu mungkin tanpa  menyakiti orang lain.
 
 [4] Melemparkan batu-batu tersebut seluruhnya sekaligus. Yang demikian  itu hanya dihitung satu batu saja, menurut pendapat para Ulama. Dan yang  disyariatkan, adalah melemparkan batu satu persatu sambil bertakbir  pada setiap lemparan.
 
 [5] Mewakilkan untuk melempar, sedangkan ia sendiri mampu, karena  menghindari kesulitan dan desak-desakan. Padahal mewakilkan untuk  melempar itu hanya dibolehkan jika ia sendiri tidak mampu, karena sakit  atau semacamnya.
 
 Ketujuh : Beberapa Kesalahan Dalam Tawaf Wada'.
 
 [1] Sebagian jamaah haji meninggalkan Mina pada hari Nafar (tgl. 12 atau  13 Dzu-l-Hijjah) sebelum melempar Jamrah, dan langsung melakukan Tawaf  Wada', kemudian kembali ke Mina untuk melempar Jamrah. Setelah itu,  mereka langsung pergi dari sana menuju negara masing-masing ; dengan  demikian akhir perjumpaan mereka adalah dengan tempat-tempat Jamrah,  bukan dengan Baitullah. Padahal Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda : "Artinya : Janganlah sekali-kali seseorang meninggalkan  Mekkah, sebelum mengakhiri perjumpaannya (dengan melakukan Tawaf) di  Baitullah". Maka dari itu, Tawaf Wada wajib dilakukan setelah selesai  dari seluruh amalan haji, dan langsung beberapa saat sebelum bertolak.  Setelah melakukan Tawaf Wada' hendaknya jangan menetap di Mekkah,  kecuali untuk sedikit keperluan.
 
 [2] Seusai melakukan Tawaf Wada', sebagian mereka keluar dari Masjid  dengan berjalan mundur sambil menghadapkan muka ke Ka'bah, karena mereka  mengira bahwa yang sedemikian itu adalah merupakan penghormatan  terhadap Ka'bah. Perbuatan ini adalah bid'ah, tidak ada dasarnya sama  sekali dalam agama.
 
 [3] Saat sampai di pintu Masjid Haram, setelah melakuan Tawaf Wada', ada  sebagian mereka yang berpaling ke Ka'bah dan mengucapkan berbagai do'a  seakan-akan mereka mengucapkan selamat tinggal kepada Ka'bah. Ini pun  bid'ah, tidak disyari'atkan.
 
 Kedelapan : Beberapa Kesalahan Ketika Ziarah ke Masjid Nabawi
 
 [1] Mengusap-ngusap dinding dan tiang-tiang besi ketika menziarahi kubur  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikatkan benang-benang  atau semacamnya pada jendela-jendela untuk mendapatkan berkah.  Sedangkan keberkahan hanyalah terdapat dalam hal-hal yang disyari'atkan  oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan dalam  bid'ah.
 
 [2] Pergi ke gua-gua di Gunung Uhud, begitu juga ke Gua Hira dan Gua  Tsur di Mekkah, dan mengikatkan potongan-potongan kain di tempat tempat  itu, disamping membaca berbagai do'a yang tidak diperkenankan oleh  Allah, serta bersusah payah untuk melakukan hal-hal tersebut. Kesemuanya  ini adalah bid'ah, tidak ada dasarnya sama sekali dalam Syari'at Islam  yang suci ini.
 
 [3] Menziarahi beberapa tempat yang dianggapnya sebagai tanda  peninggalan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, seperti tempat  mendekamnya unta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sumur khatam  mupun sumur Usman, dan mengambil pasir dari tempat-tempat ini dengan  mengharapkan barakah.
 
 [4] Memohon kepada orang-orang yang telah mati ketika berziarah ke  pekuburan Baqi' dan Syhadah Uhud, serta melemparkan uang ke pekuburan  itu demi mendekatkan diri dan mengharapkan barakah dari penghuninya. Ini  adalah termasuk kesalahan besar, bahkan termasuk perbuatan syirik yang  terbesar, menurut pendapat para Ulama, berdasarkan Kitabullah dan Sunnah  Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya ibadah  itu hanyalah ditujukan kepada Allah semata, tidak boleh sama sekali  mengalihkan tujuan ibadah selain kepada Allah, seperti dalam berdo'a,  menyembelih kurban, bernadzar dan jenis ibadah lainnya, karena firman  Allah :
 
 "Artinya : Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah  Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama".
 
 Dan firman-Nya :
 
 "Artinya : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Maka  janganlah kamu menyembah seseorangpun disamping menyembah Allah".
 
 Kita memohon kepada Allah, semoga Ia memperbaiki keadaan ummat Islam ini  dan memberi mereka kefahaman dalam agama serta melindungi kita dan  seluruh ummat Islam dari fitnah-fitnah yang menyesatkan. Sesungguhnya Ia  Maha Mendengar dan Mengabulkan do'a hamba-Nya.
     
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar