Metode Ilmiyah VS Metode Warung Kopi
Oleh: Abdullah Muadz
SEORANG mahasiswa seharusnya berfikir ilmiah. Secara
sederhana ilmiah bisa diartikan mengambil kesimpulan atau pendapat
sesuai dengan fakta dan data yang akurat, valid dan lengkap.
Sekedar contoh seorang oknum mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Ampel Rahmad Sholehuddin mengatakan; “Sekarang tidak sedikit
orang atau kelompok yang mengatasnamakan Tuhan membunuh orang lain,”
katanya menjelaskan tema spanduk ‘Tuhan Membusuk’ “Tuhan Membusuk”
[Konstruksi Fundamentalisme menuju Islam Kosmopolitan] dalam Orientasi
Akademik dan Cinta Almamater (OSCAAR) Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
UIN Sunan Ampel Surabaya, seperti dikutip beberapa media massa.
Ucapan itu menurut saya, mengalir begitu saja asal bunyi, tanpa data dan fakta disebutkan.
Pada pristiwa apa? Siapa pelakunya? Dan kelompok apa? Siapa
korbannya? Apa motif sesungguhnya (dengan analisa yang akurat) sehingga
orang bisa disebut ‘membunuh atas nama agama?’
Saya ingin memaparkan inilah calon intlektual yang sangat berbahaya
karena metode berfikir seperti ini saya sebut “Metode Warung Kopi”.
Metode ini meminjam kebiasaan sekumpulan orang awam yang sedang duduk di
warung kopi sambil ngerumpi ngomong ngalor-ngidul ngetan-ngulon, tanpa juntrungan (tanpa ujung pangkalnya).
Penulis tidak tahu dari informasi apa si oknum mahasiswa tersebut itu
bisa cepat berkesimpulan seperti itu, dengan ungkapan “tidak sedikit”
berarti maksudnya “banyak” orang atau kelompok yang mengatasnamakan
Tuhan membunuh orang lain” Jangan-jangan hasil kesimpulannya itu karena
kebiasaan menonton berita di media-media penggiring opini atau penyuka
berita kriminal di koran kuning.
Contoh berikutnya adalah belajar dari model pemberitaan Pemilihan
Presiden (PilPres) tahun 2014 dan model pemberitaan pergolakan di Timur
Tengah, di mana kita begitu sulit mempercayai berita, karena kita tidak
memiliki kemampuan mencari Informasi berita yang berimbang, akurat,
valid dan lengkap.
Pilpres tahun 2014 mengajari kita, betapa media-media besar yang
katanya dikenal netral rupanya juga pendukung utama salah satu calon
presiden, bahkan dukungannya kelewat batas.
Dari Aborsi, Hiroshima sampe ISIS
Istilah ‘kekerasan atas nama agama’ atau ‘membunuh atas nama agama’
yang dikutip para mahasiswa Ushuluddin UIN-SA dan dijadikan tema besar
“Tuhan Membusuk” maksudnya tak lain, bahwa kelompok yang dianggap suka
membunuh adalah klompok yang selama ini dianggap oknum mahasiswa UIN itu
adalah orang shalih. “Perilaku ini lazim dilakoni oleh kelompok yang
mengklaim paling shaleh. Kelompok yang mengklaim paling islami,”
demikian lagi-lagi si oknum mahasiwa ini mengatakan tanpa menyebut
contoh dan fakta-faktanya dalam pristiwa apa? Kelompok mana dan
seterusnya.
Dengan “Metode Warung Kopi” dan sampah seperti ini, bukan saja
terjadi pembusukan pada mahasiswa itu sendiri tetapi bisa menyebabkan
pembusukan di masyarakat. Kalau nantinya mereka memegang tampuk
kekuasaaan, maka akan terjadi pembusukan juga di tengah-tengah birokrasi
dan negara.
Seharusnya oknum mahasiswa itu mempunya data-data lengkap berbagai
kasus pembunuhan dengan berbagai motifnya, setelah itu dibuat statistik,
terus dianalisa manakah yang paling dominan, motif-motif pembunuhan
yang terjadi? Mengapa demikian? Karena mereka mahasiswa bukan kuli
bangunan.
Mari kita lihat kasus-kasus dan berbagai motif dalam pembunuhan di masyarakat sebagai berikut :
-Pembunuhan model Aborsi; model minum Pil KB, atau menggunakan suntikan,
-Pembunuhan janin karena malu akibat hamil di luar nikah; pembunuhan karena perampokan, pencurian,
-Pembunuhan karena tawuran dan perkelahian,
-Pembunuhan karena rebutan lahan parkir atau karena Narkoba dan Miras,
-Pembunuhan karena dendam cinta,dan cemburu,
-Pembunuhan karena persaingan bisnis,
-Pembunuhan karena menghilangkan, jejak,penghilangan barang bukti serta pelenyapan saksi,
-Pembunuhan karena mempertahankan kekuasaan,(contoh Kasus Rumania dan Tiananmen)
-Pembunuhan karena rekayasa politik/permainan elit pusat pemerintahan,
(berbagai kerusuhan di tempat kita, salah satu contohnya tokoh HAM,
Munir),
-Pembunuhan massal oleh negara karena merebut kekayaan dan minyak di Negara lain,(Lihat sepak terjang Amerika dan Barat),
-Pembunuhan massal karena etnik (lihat kasus Bosnia tahun 1995 dll), dan lain lain.
Pernahkan paha mahasiswa UIN SA itu membandingkan jumlahnya motif apa pembunuhan itu yang lebih banyak?
Jika berat berfikir, mari saya bantu. Sekedar satu contoh kasus saja pembunuhan model aborsi sebagai berikut :
Dalam diskusi bertajuk aborsi aman dan hak kesehatan reproduksi
perempuan di kantor PKBI Jateng Jl Jembawan Semarang, baru – baru ini,
Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah dokter
Hartono Hadisaputro SpOG menyatakan di Indonesia diperkirakan terdapat ”
2,5 juta kasus aborsi setiap tahunnya”. Artinya diperkirakan ada “6.944
s/d 7.000 wanita melakukan praktik aborsi dalam setiap harinya.”
Apakah pembunuhan 2,5 juta bayi-bayi tak berdosa itu atas nama agama?
Pernahkah oknum mahasiswa itu membedah kasus demi kasus seperti
peristiwa Tanjung Priok, Peristiwa Lampung, Pristiwa Woyla, Peristiwa
Cisendo, Peristiwa Ambon, Peritiwa Poso, Peristiwa Kerusuhan tahun 1998.
Atau kasus yang lebih mendunia sejarah penjajah atas bangsa
Palestina (lebih 66 tahun lamanya)? serangan Amerika dan sekutunya di
Iraq dan Afghanistan? Bahkan yang terbaru keinginan Amerika dan Iran
menyerang ISIS?
Mengapa oknum mahasiswa UIN itu tak pernah menyebut semua peristiwa yang saya sebutkan itu disimpulkan karena motif agama?
Atau yang paling mudah, pernahkah para mahasiwa itu mengenal lebih
dekat kelompok-klompok yang selama selalu divonis media sebagai kelompok
‘Garis Keras’ seperti; FPI, ASWAJA dan kelompok-kelompok yang memakai
kata-kata jihad untuk membela kehormatan Islam.
Mengenal dari dekat maksudnya bukan hanya dari informasi berita saja.
Tapi berkenalan langsung denganpengurusnya, melihat dokumen AD/ART nya
dan programnya, melihat langsung aktifitas hariannya dan seterusnya.
Termasuk mengetahui program kemanusiaan yang begitu banyak yang tidak
diliput oleh media?
Apakah oknum mahasiswa itu sedikit yang mau tahu bagaimana permaianan
elit politik di pusat yang berhasrat merebut kekuasaaan atau
mempertahankan kekuasaan sering membawa dampak sampai ke daerah, yang
juga kadang membawa simbol agama?
Atau benar-benar tidak tahu bagaimana kekuatan global dunia dengan
neo-imprialismenya menggunakan orang awam beragama dengan simbolnya yang
tujuannya hanya menguras kekayaan alam negara jajahannya?
Sudah berapa orang korban mati dalam peristiwa Hirosima, Nagasaki,
Vietnam, Somalia, Anggola, Mogadishu, Libya, Afganistan, Korea, Iraq,
dan berbagai pembunuhan massal lain yang dilakukan negara bernama
Amerika Serikat (AS)?
Atau mahasiswa juga jarang menonton film bertema intelijen, di mana
isinya keahlian menghilangkan jejak, atau membuat sebuah peristiwa
akhirnya dialihkan ke fihak lain sebagai tersangka dan sang pelaku?
Jika semua contoh sederhana yang saya kemukakan tadi masih membuat Anda semua ngotot
bahwa banyaknya pembunuhan hari ini itu disebabkan oleh motif agama,
itu artinya Anda semua (meski sudah mahasiswa) sedang beratraksi
menunjukkan kebodohan Anda semua dan Andalah sesungguhnya yang sedang
membuat ‘pembusukan’ di tengah-tengah masyarakat.