Pendidikan Karakter
6 Juni 2014 pukul 9:45
Pengertian Pendidikan Karakter
Istilah
karakter
dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau
nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan
netral. Sedangkan Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)
merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah
nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari
hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga
seseorang atau sekelompok orang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada
seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang
yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan (nature) dan
lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan
berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan
masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor
lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan
ndividu. Jadi usaha pengembangan atau
pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.
Faktor Pendidikan Karakter
Faktor lingkungan dalam konteks
pendidikan karakter
memiliki peran yang sangat peting karena perubahan perilaku peserta
didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentunkan
oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa
lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya
sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar.
Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat dilakukan
melalui strategi :
- Keteladanan
- Intervensi
- Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
- Penguatan.
Dengan
kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan
pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses
pembelajaran,
pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang
dilakukan secara konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan
nilai-nilai luhur
Pengertian Pendidikan Menurut Undang – Undang dan Para Ahli
Pendidikan
memang tak lepas dari makna dan definisi. Dalam dunia pendidikan
banyak sekali istilah-istilah yang dipakai dan memerlukan pembahasan
mengenai hal definisi atau pengertiannya. Pada blog pendidikan ini,
Maswins for Educations, sebelum melangkah membahas mengenai
pengertian-pengertian istilah dalam dunia pendidikan, ada baiknya jika
terlebih dahulu membahas mengenai pengertian pendidikan itu sendiri.
Berikut adalah beberapa pengertian Pedidikan menurut Undang-Undang dan
para ahli yang saya kutip dari beberapa sumber :
- Pendidikan Menurut UU Sisdiknas
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
- Pendidikan Menurut Carter V. Good
Pendidikan
adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan
prilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana
seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya
di sekolah) sehingga iya dapat mencapai kecakapan sosial dan
mengembangkan kepribadiannya.
- Pendidikan Menurut Godfrey Thomson
Pendidikan
adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan
yang tepat didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan
perasaannya.
- Pendidikan Menurut UNESCO
UNESCO menyebutkan bahwa:
“education is now engaged is preparinment for a tife Society which does not yet exist”
atau bahwa pendidikan itu sekarang adalah untuk mempersiapkan manusia
bagi suatu tipe masyarakat yang masih belum ada. Konsep system
pendidikan mungkin saja berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan pengalihan nilai-nilai kebudayaan (transfer of culture value).
Konsep pendidikan saat ini tidak dapat dilepaskan dari pendidikan yang
harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa
lalu,sekarang,dan masa datang.
- 5. Pendidikan Menurut Thedore Brameld
‘’Education as power means copetent and strong enough to enable us,the majority of people,to decide what kind of a world‘’.
(Pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai kewenangan dan cukup
kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia yang
macam apa yang kita inginkan dan macam mana mencapai tujuan semacam
itu).
- Pendidikan Menurut Thedore Brameld
Robert W. richey menyebutkan bahwa; The term
“Education”
refers to the broad funcition of preserving and improving the life of
the group through bringing new members into its shared concem.
Education is thus a far broader process than that which occurs in
schools. It is an essential social activity by which communities
continue to exist. In Communities this function is specialzed and
institutionalized in formal education, but there is always the
education, out side the school with which the formal process is related.
(Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari pemelihara dan
perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga masyarakat
yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi
pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang
berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas
sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam
masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi
dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap
berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah).
Pilar – Pilar Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang
dapat menyetujui – nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius,
atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita jelaskan
untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu
sebagai berikut :
1. Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur,
jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa
yang anda katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk
melakukan hal yang benar, bangun reputasi yang baik, patuh – berdiri
dengan keluarga, teman dan negara.
2. Recpect (Respek)
Bersikap
toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang
buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul
atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan
perselisihan.
3. Responsibility (Tanggungjawab)
Selalu
lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah
sebelum bertindak – mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas
pilihan anda.
4. Fairness (Keadilan)
Bermain
sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka;
mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain,
jangan menyalahkan orang lain sembarangan.
5. Caring (Peduli)
Bersikaplah
penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa
syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6. Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan
sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan
diri dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati
hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.
- Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter
Pendidikan
karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang
Maha Esa berdasarkan Pancasila. Pendidikan karakter berfungsi untuk:
- mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
- memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
- meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik,
pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
- Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Satuan
pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan
nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan
pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan
karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini
diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai
prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara lain takwa,
bersih, rapih, nyaman, dan santun. Dalam rangka lebih memperkuat
pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang
bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional,
yaitu:
- Jujur
- Toleransi
- Disiplin
- Kerja keras
- Kreatif
- Mandiri
- Demokratis
- Rasa Ingin Tahu
- Semangat Kebangsaan
- Cinta Tanah Air
- Menghargai Prestasi
- Bersahabat/Komunikatif
- Cinta Damai
- Gemar Membaca
- Peduli Lingkungan
- Peduli Sosial
- Tanggung Jawab
- religius
(Puskur.
Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman
Sekolah. 2009:9-10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.)
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun
satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan
cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai
yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya
jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara
satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain.
Hal itu
tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing.
Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya
dapat dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah
dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah,
yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Pendidikan yang
diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan
kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu,
sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita
sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb pada
anak didik.
Pendidikan karakter penting artinya sebagai
penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita
jumpai bersama, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan,
seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan,
atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anak-anak jalanan yang
tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak
adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan
karakter.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa
agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya
bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta.
Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal
nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan
berjalan dengan lambat.
Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk
itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter
anak didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan
pada pembentukan nilai-nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip
empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang
pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
- Pendidikan
karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai
normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan
berpedoman pada norma tersebut.
- Adanya koherensi atau membangun
rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan
menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah
terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi
situasi baru.
- Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati
dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi
pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
- Keteguhan
dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Tujuh Alasan Perlunya Pendidikan Karakter
Menurut Lickona ada tujuh alasan
mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan:
- Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya;
- Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
- Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
- Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang beragam;
- Berangkat
dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial,
seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran
kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah;
- Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
- Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
Pendidikan
karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan
karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan
karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial
seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan
mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi
unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun
memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan
seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan
mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill
dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini
terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik.
Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa
menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik.
Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang
baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan
dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas
potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak
dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik
akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya.
Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya,
namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap
pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan
tersebut.
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam
kurikulum, diterapkan metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam
pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar
juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu,
generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari
sistem pendidikan karakter.
Proses Pembentukan Karakter Kepada Anak
Suatu
hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh
ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk
melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya,
kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu
dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan
mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera
mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa
segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki
tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari
sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat
merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang
berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia
mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang
mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa
mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi
perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga
jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap. Itulah potret
singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami
contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan
hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak.
Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan
sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita.
Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang,
tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi
dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya, karena kita
tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika
mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Sama
halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan
komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak
menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari
lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan
disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka
dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling
tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut
pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar di
diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini
mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita
komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu butuh proses,
mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang
disiplin.Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat
waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak
mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.
Karakter
suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada
perkembangan sosial-ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari
masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan yang kuat untuk
meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah
jika dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara
luas menyatakan “ jika kita gagal menjadi orang baik di usia dini, di
usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah atau orang jahat”.
Thomas Lickona
mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang
bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak
adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah
ungkapan terkenal mengungkapkan “Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25%
dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”. Sudah
terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak
adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada
periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap
pembentukan moral anak.
Efek berkelanjutan (multilier
effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat,
seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan
emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko,
seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama
masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada
anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya,
misalnya reaksi terhadap tekanan yang akan berdampak langsung pada
proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang
dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan
fisiknya.”
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan
keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar–dasar moral pada
anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak yang tinggal di
daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua
mereka.
Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan
berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, pengangguran, tingkat
pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang rendah, biasanya berkaitan
juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh lagi berpengaruh
terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak
yang tinggal di daerah miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima
perilaku negatif (seperti kekerasan fisik dan mental, dan
ditelantarkan) daripada anak-anak dari keluarga yang berpendapatan
lebih tinggi.
Banyak hasil studi menunjukkan bahwa
anak-anak yang telah mendapat pendidikan pra-sekolah mempunyai
kemampuan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak masuk ke TK,
terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif, motivasi,
dan kemampuan sosialnya. Anak-anak yang tidak mampu masuk ke TK umumnya
akan mendaftar ke SD dalam usia sangat muda, yaitu 5 tahun. Hal ini
akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan
psikologis, sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah
diri, dan dapat membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian
sebuah program penanganan masalah ini dibutuhkan untuk mempersiapkan
anak dengan berbagai pengalaman penting dalam pendidikan prasekolah.
Adalah hal yang sangat penting untuk menggerakkan masyarakat di daerah
miskin untuk mulai memasukkan anaknya ke prasekolah dan mengembangkan
lingkungan bersahabat dengan TK lainnya untuk bersama-sama melakukan
pendidikan karakter.
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :
- Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
- Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
- Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
- Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri
- Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
- Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
- Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
- Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
- Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
- Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan