Definisi Korupsi
Korupsi
adalah persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan Onghokham
menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai melakukan pemisahan
antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Menurut Onghokham pemisahan
keuangan tersebut tidak ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dengan
kata lain korupsi mulai dikenal saat sistem politik modern dikenal.
Konsepsi mengenai korupsi
baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan
pribadi dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya. Prinsip ini
muncul di Barat setelah adanya Revolusi Perancis dan di negara-negara
Anglo-Sakson, seperti Inggris dan Amerika Serikat, timbul pada permulaan
abad ke-19. Sejak itu penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi,
khususnya dalam soal keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi.Demokrasi yang muncul di akhir abad ke-18 di Barat melihat pejabat sebagai orang yang diberi wewenang atau otoritas (kekuasaan), karena dipercaya oleh umum. Penyalahgunaan dari kepercayaan tersebut dilihat sebagai penghianatan terhadap kepercayaan yang diberikan. Konsep demokrasi sendiri mensyaratkan suatu sistem yang dibentuk oleh rakyat, dikelola oleh rakyat dan diperuntukkan bagi rakyat.
Konsep politik semacam itu sudah barang tentu berbeda dengan apa yang ada dalam konsep kekuasaan tradisional. Dalam konsep kekuasaan tradidonal raja atau pemimpin adalah negara itu sendiri. Ia tidak mengenal pemisahan antara raja dengan negara yang dipimpinnya. Seorang raja atau pemimpin dapat saja menerima upeti dari bawahannya atau raja menggunakan kekuasaan atau kekayaan negara guna kepentingan dirinya pribadi atau keluarganya. Perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai korupsi, kekuasaan politik yang ada di tangan raja bukan berasal dari rakyat dan ia rakyat sendiri menganggap wajar jika seorang raja memperoleh manfaat pribadi dari kekuasaannya tersebut.
Pengertian korupsi dalam arti modern baru terjadi kalau ada konsepsi dan pengaturan pemisahan keuangan pribadi dan sebagain pejabat sangat penting, sebab seorang raja tradisional tidak dianggap sebagai koruptor jika menggunakan uang negara, karena raja adalah negara itu sendiri.
Namun secara tidak sadar sebenarnya konsepsi tentang anti korupsi sudah ada sejak lama, bahkan sebelum pemisahan kekuasaan politik secara modern dikenal. Justru dimana tidak adanya pemisahan antara keuangan dari raja/pejabat negara dengan negara itulah yang memunculkan konsepsi anti korupsi.
Dengan demikian korupsi dapat didefiniskan sebagai suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Definisi ini hampir sama artinya dengan definisi yang dilontarkan oleh pemerintah
Indonesia baru-baru ini. Dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Menko Wasbang tentang menghapus KKN dari perekonomian nasional, tanggal 15 Juni 1999, pengertian KKN didefinisikan sebagai praktek kolusi dan nepotisme antara pejabat dengan swasta yang mengandung unsur korupsi atau perlakuan istimewa. Sementara itu batasan operasional KKN didefinisikan sebagai pemberian fasilitas atau perlakuan istimewa oleh pejabat pemerintah/BUMN/BUMD kepada suatu unit ekonomi/badan hukum yang dimiliki pejabat terkait, kerabat atau konconya. Bentuk fasilitas istimewa tersebut meliputi:
- Pelaksanaan pelelangan yang tidak wajar dan tidak taat azas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah atau dalam rangka kerjasama pemerintah/BUMN/BUMD dengan swasta.
- Fasilitas kredit, pajak, bea masuk dan cukai yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku atau membuat aturan/keputusan untuk itu secara eksklusif.
- Penetapan harga penjualan atau ruislag.
Suatu
analisa menarik dilontarkan oleh John Girling bahwa korupsi sebenarnya
mewakili persepsi yang normatif dari ekses kapitalisme, yaitu kulminasi
dari proses yang sistematik dari parktekpraktek kolusi yang terjadi
diantara elite politik dan pelaku ekonomi, yang melibatkan kepentingan
publik dan kepentingan pribadi (swasta). Dengan kata lain, korupsi
terjadi pada saat pelaku ekonomi mencoba memanfaat kekuasaan yang
dimiliki oleh elite politik untuk mengejar keuntungan (profit), di luar
proses yang sebenarnya. Sementara elite politik sendiri memanfaatkan
hubungan tersebut untuk membiayai dirinya sendiri atau bahkan membiayai
praktek politik yang dilakukannya.
Konsep demokrasi modern
dan kapitalisme telah melahirkan kontradiksi antara kepentingan
birokrasi pemerintahan yang harus melayani kepentingan umum dengan
perkembangan dan intervensi kepentinngan pasar. Di satu sisi, dengan
mandat atas nama rakyat yang diperoleh oleh sistem pemerintahan
demokratik, maka ia harus mengedepankan kepentingan rakyat secara umum.
Sementara perkembangan kapitalisme, yang juga berkepantingan terhadap
birokrasi modern, berbanding terbalik dengan kepentingan umum. Akumulasi
modal yang menjadi logika dasar dari kapitalisme mengharuskan adanya
kontrol pasar dan jalur distribusi. Maka untuk meraih kepentingan
tersebut tak jarang para pengusaha menggunakan jalur birokrasi publik
untuk kepentingan mereka. Inilah yang dikenal sebagai kolusi, yang
merupakan bentuk akomodasi normal antara kepentingan politik dan
ekonomi. Kolusi merupakan bentuk pra-kondisi dari korupsi.Sudah barang tentu pelaku ekonomi memperoleh manfaat keuntungan ekonomi dari hubungan tersebut. Sementara para elite politik memperoleh keuntungan untuk membiayai kepentingankepentingan politik yang akan mereka raih.
Lantas bagaimana korupsi itu dipraktekkan?
Menurut
Onghokham ada dua dimensi dimana korupsi bekerja. Dimensi yang pertama
terjadi di tingkat atas, dimana melibatkan penguasa atau pejabat tinggi
pemerintahan dan mencakup nilai uang yang cukup besar.
Para diktator di Amerika Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan dollar dari sumber alam dan bantuan luar negeri.
Sementara itu dalam
dimensi yang lain, yang umumnya terjadi di kalangan menengah dan bawah,
biasanya bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat atau orang
banyak. Korupsi yang terjadi di kalangan menengah dan bawah acap
menghambat kepentingan kalangan menengah dan bawah itu sendiri, sebagai
contoh adalah berbelitnya proses perizinan, pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), proses perizinan di
imigrasi, atau bahkan pungutan liar yang dilakukan oleh para polisi di
jalan-jalan yang dilalui oleh kendaraan bisnis, dan lain sebagainya.
Sejarah sendiri mencatat bahwa Perang Diponegoro, yang terjadi pada
tahun 1825-1830, muncul akibat protes rakyat terhadap perbuatan
pejabat-pejabat menengah, seperti Demang atau Bekel, dalam soal pungutan
pajak, pematokan tanah untuk jalan tol, dan khususnya pungutan-pungutan
yang dilakukan oleh para pejabat yang bertanggungjawab terhadap pintu
gerbang tol. Para diktator di Amerika Latin dan Asia Tenggara misalnya berhasil mengumpulkan uang jutaan dollar dari sumber alam dan bantuan luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar