Belanda Hitam
Abdullah Muadz
Dalam
setiap penjajahan selalu ada dari orang-orang bumi putera yang membantu dan
melayani sang penjajah, termasuk di Indonesia. Tidak mungkin Belanda negara
yang begitu kecil dan sedikit penduduknya bisa menjajah Indonesia ratusan
tahun, tanpa bantuan pribumi. Termasuk pasukan Militernya seperti KNIL, banyak
menggunakan orang-orang Indonesia sendiri yang menjadi anggotanya dan siap
bertempur melawan saudaranya sendiri. Pertanyaannya adalah mengapa bisa sampai
sedemikian hebatnya sang penjajah menggunakan tenaga manusia yang berasal dari
negara jajahannya sendiri.?
KNIL Singkatan dari Koninklijk Nederlands Indische
Leger adalah tentara kerjaan Hindia
Belanda yang melayani dan membantu Pemerintahan Hindia Belanda. Walaupun
demikian banyak anggota-anggota nya bumi putra bukan orang-orang belanda. Tahun
1936 jumlah pribumi yang menjadi tentara KNIL mencapai 33 ribu orang atau
sekitar 77%. Tentu tidak mudah begitu saja diterima sebagai tentara KNIL karena
akan ditugaskan berperang melawan saudara sebangsanya sendiri. Karena itulah
harus melalui proses cuci otak dan seleksi yang ketat, agar tidak terjadi
senjata makan tuan.
Rupanya
perkembangan zaman tidak membuat paradigma KNIL ini menjadi lapuk. Bahkan
sekarang ini kita dapatkan orang berlomba-lomba untuk menjadi “Neo KNIL” dengan
iming-iming materi, gengsi dan kehormatan, mereka yang hari ini mentalitasnya Budak
Penjajah justru merasa bangga menjadi “Londo Ireng” (Belanda Hitam). Di Negeri
yang budaya feodalis belum hilang seperti ini, atribut materi, pangkat, jabatan
dan kedudukan menjadi supermasi. Jangan heran kalau para budak penjajah
menempati kedudukan yang terhormat ditengah-tengah masyarakat feodal seperti
ini.
Untuk itu marilah kita lihat seperti apa
mentalitas Neo KNIL itu sekarang..:
1.
Inferior
Diantara
mental seorang budak yang paling menonjol adalah mental Rendah Diri. Merasa
tidak punya apa-apa, tidak bisa apa, tidak bisa berdiri dikaki sendiri, merasa
belum siap untuk merdeka, hanya dengan bantuan majikan merasa bisa hidup. Maka
penghormatan kepada majikan kaum imperialis sangat berlebihan semantara melihat
bangsanya sendiri penuh dengan kehinaan.
Indikator
yang paling mencolok adalah ketidak mampuan mereka melihat kejahatan majikan
yang sedemikian jelasnya, sehingga tidak
bisa mengkritisi majikan, mungkin karena sudah banyak diberikan roti dan keju. Sementara terhadap saudara
sebangsanya sendiri sangat sinis, terutama kepada para pejuang yang ingin
memerdekakan bangsa ini dari berbagai bentuk penjajahan.
Indikator
lainnya adalah pembelaan kepada sang Majikan kaum Imprialis sangat berlebihan
dan over acting seperti orang yang sedang mencari muka. Padahal roti dan keju
yang diberikan oleh majikan adalaha hasil rampasan dari berbagai kekayaan
Negara si Jongos tersebut. Tapi yang namanya sudah mental Budak tidak mau tahu,
yang penting perut kenyang bantuan dari majikan.
Kita
juga menyaksikan apabila si jongos ketemu dengan si Majikan bahasa tubuhnya
tidak bisa disembunyikan, terlihat dengan jelas mental jongosnya, dengan
membungkukkan badannya, sambil tangannya memegang bagian bawah dekat
kemaluanya. Saat terjadi dialog maka satu kata yang haram keluar dari mulut si
Jongos tadi adalah kata “Tidak”. Apa saja yang diinginkan oleh simajikan harus
dijawab dengan “Inggiih”
2.
Shock
Culture
Sifat
Inferior membawa dampak
seseorang menjadi sering norak atau katro. Melihat kemajuan material, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi di kecuali harus ikut apa majikan kalau mau maju.
Saat itulah otak menjadi beku, kreatifitas mandeg, yang ada Cuma copy paste,
ikut, nurut, nunut, manut, ngekor, ngintil, jiplak, ngepek seperti kerbau yang Negara-negara
imperialis semakin merasa tidak berdaya lagi. Seolah tidak ada pilihan lain sudah
cicocor hidungnya, ditarik kemana saja mau ikut.
Menjadi
tolak ukur kemajuan kalau dalam kesehariannya jika sudah bisa mengikuti pola
dan gaya hidup barat. Juga menjadi naik status sosialnya jika bisa
menyelenggarakan berbagai event, termasuk pesta perkawinan dan seremonial
laiinya dengan “Gaya Londo”. Kalau perlu anak dijadikan obyek untuk
meningkatkan status social orang tuanya melalui pesta pernikahan tersebut.
Belum lagi hari-hari yang dianggap besar, seperti tahun baru, valentine day,
april mop dan pesta-pesta lainnya, maka berlomba-lombalah si Belanda Hitam untuk memamerkan atraksi ke”Norak”annya
dengan sangat PD nya.
Semakin
norak lagi dengan bangganya memamerkan hasil fikirannya yang tidak lain Cuma
hasil jiplakan punya majikannya, tetapi merasa hasil karyanya sendiri. Memang
diantara ciri khas budak ialah tidak merasa bahwa dirinya sedang diperbudak.
Dengan bangganya mengabdi pada majikan yang dianggap punya jasa besar terhadap
dirinya.
3.
Komprador
Volunteer
Ketika
noraknya sudah sedemikian rupa, sampai ia siap menjadi tenaga sukarelawan untuk
mempromosikan barang dagangan majikannya. Mulai dari gaya hidup, budaya, seni,
makanan, minuman, pakaian, assesoris, symbol, lambing atribut dan sebagainya.
Dengan media informasi yang dimiliki majikannya, menjadi laris manis dagangan
yang dijualnya. Jadilah bangsa ini menjadi sangat konsumeris dan pengimpor
besar barang-barang asing.
Rupiah
terus anjlog terutama terhadap mata uang Negara-negara Imperialis. Ekonomi
tidak stabil, inflasi semakin tinggi. Pengangguran semakin banyak. Produk asing
semakin tidak terbendung, mulai dari teknologi tinggi sampai tusuk gigi. Negara
ini isinya 2/3 lautan tapi garam bisa import dan
tidak merasa malu. Tempe tahu kecap makanan rakyat, tapi 80% kedelenya Impor.
Mereka-mereka
yang berhasil mengimpor produk-produk asing terutama seni dan budaya, bisa
bertengger di papan atas, seperti pahlawan lagaknya, karena berhasil
mempekenalkan budaya asing ke tengah-tengah anak bangsa ini. Sementara milyaran
uang terus terkuras keluar, karena kesukaannya terhadap produk-produk asing.
Sementara kerusakan moral akibat dari budaya Import tersebut sudah sedemikian
besar, tidak bisa dihitung lagi dampak kerugiannya.
Diantara
ciri seni dan budaya Negara-negara Imprialis adalah Kebebasan berekspresi
kebinatangan atau mengumbar syahwat. Atas nama Hak Asasi dan Kebebasan, ekspresi
mereka tidak bisa dilarang. Karena nanti akan dituduh Anti HAM dan akan diadukan
kemajikannya. Sekarang ini organisasi atau club-club yang menjadi kaki tangan
Imprialis berada di papan atas. Dengan pongah, sombong serta bangganya mereka
terus menjajakan barang dagangan milik majikannya ke tengah-tengah masyarakat
pribumil.
Sementara
mereka yang mempertahankan kedaulatan Negara, menjaga rupiah jangan sampai
anjlog, menjaga budaya bangsa agar jangan sampai dirusak, mengingatkan anak
bangsa agar mencintai produk dalam negeri, akan dicap sebagai orang yang
menghalangi kebebasan berekpresi, tidak mengerti HAM dan sebagainya. Ribuan
orang pribumi tewas mereka akan seperti orang buta, gagu dan budge, tidak bisa
bicara. Tetapi andai satu orang bule saja mati, maka geger dunia seperti
kebakaran jenggot, media gempar, rame-rame si jongos Impralis itu juga ikut
teriak-teriak, sambil menyalahkan saudaranya sendiri sesama pribumi.
4.
Raja
Tega
Seorang
tentara KNIL dilatih, dididik, serta dicuci otaknya agar siap berperang melawan
pribumi atau saudaranya sendiri. Maka dimasukan resep PIL yang bernama “Si Raja
Tega”. Dengan demikian dia tidak akan ragu-ragu lagi siap bertempur untuk
mengganyang saudaranya sendiri. Orang belanda menyebut panggilan pribumi yang
berani melawan dengan Istilah Extrimist. Orang yang sudah otaknya tercuci maka
dia tidak punya beban apapun ketika harus membantu majikan si Imperialis dalam
memberangus para pejuang kemerdekaan. Roti dan keju yang telah membutakan hati
si jongos tadi, sehingga tidak lagi terfikir bagaimana Negara yang semakin
hancur lebur ini.
Sementara
sekarang Neo KNIL sudah berada di zaman modern yang serba tehnologi. Bukan
hanya cuci baju saja yang bisa pakai mesin otomatis, tetapi cuci otak juga
sudah bisa secara otomatis. Dengan sarana dan fasilitas pengumbar nafsu
syahawat yang semakin mudah, murah dan dekat terjangkau, terjadilah proses cuci
otak melalui “CANDUisasi” dengan “PIL Syahwat” yang semakin lama semakin tinggi
dosisnya sampai dalam keadaan SAKAU yang terus menerus, tidak bisa dihentikan.
Dalam
keadaan SAKAU yang terus menerus, maka setiap orang yang memberikan Pil Candu
tersebut akan diangkat sebagai majikan, sebaliknya siapa saja yang mencoba
menghentikan akan dianggap sebagai lawan. Disitulah proses cuci otak terjadi.
Hak Asasi diartikan kebebasan mengumbar Nafsu Syahwat, sementara melarangnya
berarti menentang HAM, akan siap berhadapan dengan majikannya.
Secara
otomatis otak sudah tercuci, “kawan dan lawan” diukur siapa yang memberikan
candu dan siapa yang melarang. Bagi yang memberi itu kawan dan yang melarang
itu lawan. Dalam keadaan SAKAU pula orang bisa nekat yang penting bisa
mendapatkan candu. Saat itulah seseorang bisa jadi raja tega karena sudah hilang
akal sehatnya dan sudah putus urat malunya.
Seorang
yang ingin mempertahankan kedaulatan negaranya, menjaga kehormatan dan harga
diri bangsanya, mengajak untuk bisa berdiri sendiri, akan sangat bertentangan
dengan keinginan Negara-negara Imperialis yang menjadi majikan Neo KNIL
tersebut. Mereka menginginkan Negara jajahan terus berada dalam keadaan
ketergantungan yang terus-menerus, sehingga mudah dikendalikan.
Saat
itulah dua kepentingan bertemu. Si Majikan bagaimana bisa terus menjajah, si
Neo KNIL yang sudah SAKAU berkeinginan
bagaimana roti dan keju plus candu syahawat tadi tidak boleh putus. Ketika
Negara berdaulat, kehormatan dan harga diri terjaga disitulah nafsu liar yang
akan merusak negara sangat dibatasi, sehingga si Jongos tadi merasa terancam
kepentingannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar