Jumat, 24 Oktober 2014

Sampah Pemuda



Sampah Pemuda
Abdullah Muadz

Sangat  tidak adil jika kita menyebut istilah “Sampah Masyarakat”  kepada  gelandangan, pengemis, pemulung dan sebagainya.  Karena boleh jadi keadaan mereka akibat system Negara yang bobrok,  sehingga merekalah diantaranya  yang  menjadi  korban. Tulisan ini bukan ingin membahas opini umum seperti itu.  Tetapi ingin menunjukkan bahwa  ada manusia yang suka dengan sampah, yang hobi makan sampah, hobi nonton sampah, mendengar sampah, ada yang berteman dengan sampah, segala pekerjaan dan aktifitasnya hanya menghasilkan sampah maka sangat layak disebut manusia sampah. Loh..? memang  ada..?  huu… buanyak…!

Sampah adalah sisa buangan manusia yang dianggap sudah tidak berguna. Kalaupun bisa berguna harus di daur ulang atau direkayasa sedemikian rupa baru bisa berguna lagi. Sampah itu kotoran, bau, busuk, jijik, suber penyakit, sebisanya dijauhkan dari kehidupan manusia. Bisa kita bayangkan kondisi kejiwaan manusia yang sangat menyukai  sampah, berkatifitas yang bernilai sampai, serta yang dihasilkan hanya sampah.

Makanan sampah adalah makanan yang  mengandung bahan-bahan yang tidak dibutuhkan tubuh, bahkan ada bahan yang membayakan tubuh, seperti  zat pengawet, pewarna, perasa, pemutih, penyedap rasa, pengenyal dan sebagainya. Bahan-bahan seperti ini banyak digunakan di rumah rumah makan siap saji. Bahkan boleh dikatakan menjadi resep wajib bagi tiap-tiap resotran harus menggunakan penyedap rasa.  Lidah masyarakat kita pun sudah tidak bisa lagi dipisahkan, sehingga menjadi kunci laku tidak lakunya sebuah tempat makan. Pemiliki warung nasi atau rumah makan tentunya tidak mau ambil resiko, dan agak susah membangun kreatifitas resep yang aman tapi punya rasa yang enak. Maka jalan pintasnya adalah harus memakai penyedap rasa….

Diantara kasus yang pernah terjadi adalah seseorang anak remaja tidak mampu mengendalikan libidonya terhadap lawan jenis, meskipun ditempat umum atau keramaian. Setelah ditanya makanan hari harinya adalah fast food berupa fried chiken, dan tidak pernah makan sayur dan buah-buhan. Padahal makanan di Indoneisa yang masih dianggap bergengsi  ini, adalah makanan sampah di Negara-negara maju. Hormon yang terus menerus di suntik, atau makanan yang mengandung konsentrat tinggi agar ayam cepat besar dan berat tidak alami. Bayangkan kalau itu terus menerus di konsumsi oleh anak-anak tanpa diimbangi buah dan sayur akibatnya anak anakpun akan cepat pertumbuhan biologisnya tetapi  jauh meninggalkan pertubuhan mental dan intelktualnya. Terjadilah ketidak seimbangan.

Belum lagi kita bicara rokok, narkoba, miras dan sebagainya. Kehebatan syaitan dalam menghias dan menipu bersinergi keinginan nafsu kotor, semakin banyak orang yang mengkonsumsi sampah. Hukuman berat bagi si pengedar tidak membuat orang menjadi jera. Ketika keimanan kekpada Allah SWT tidak ada lagi, maka orang tidak lagi berfikir dan berupaya bagaimana cara menghentikan atau mengobati, tetapi berbagaimana caranya bisa lolos dari intaiaan polisi atau bebas dari jeratan hukum.  Sebagaimana zina orang tidak lagi berfikir takut dengan pengawasan Allah, siksa neraka, tetapi yang difikirkan bagaimana zina dengan aman dari HIV, AIDS, dan resiko duniawi lainnya.

Ada lagi manusia Pemakai bangkai manusia, itulah julukan yang Allah SWT berikan kepada orang yang suka menggunjing orang lain, dalam surah Al-Hujuraat (49) ayat : 12 ). Tayangan gossip-gosip selebritis menjadi acara yang paling laris, terbukti stiap stasiun TV punya banyak acara ghibah yang hukumnya sama dengan memakan bangkai manusia ini. Tak kalah larisnya juga Koran dan majalah-majalah gossip. Menjadi santapan nikmat berita berita gossip itu sambil minum kopi dipagi hari.

Masih berkisar mulut, ada yang suka celetukan tanpa bobot, bahkan menyebut istilah-istilah kotor, nama-nama binatang untuk menjudge orang lain, sumpah serapah, lawakan tak bermutu, celetukan porno, isilah yang artinya berupa penghinaan / bulliying namun karena keseringan diucpakan jadi hal biasa.Teriakan yang tanpa tujuan, komentar hanya sekedar mencari sensasi, provokasi  negative dan sebagainya.

Dari mulut , beralih ke mata sampah, berarti mata yang suka melihat sampah. Gambar-bambar sampah, tayangan-tayangan sampah, film-film sampah, pertunjukan sampah, acara-acara sampah. Diantara tayangan sampah adalah berbagai bentuk kemusyrikan dengan segala promosinya, tayangan kekerasan kebuasan serta keberingasan, tayangan kehidupan glamor, hedonism, kenikmatan, kemewahan dan sebagainya, tayangan seks, ekploitasi tubuh, serta nafsu birahi, tayangan horor, syithan, hantu, kuntilanak yang meracuni otak manusia. Berbagai bentuk hiburan, nyanyian, tarian, lawakan atau pertunjukan apapun yang tidak punya nilai edukatif, murahan, tanpa bobot, dan sejenisnya.

Kalau kita mau jujur mengamati keadaan, maka kita akan menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan, suasana hidup dan gaya hidup masyarakat kita. Sudah sangat kecanduan dan kehausan dengan berbagai hiburan, sehingga boleh dibilang sudah sangat over dosis. Televisi sudah menjadi teman hidup yang harus 24 jam nonstop menyala. Ceremonial apa saja harus ada hiburannya, bahkan pernah ada usulan di Kantor Dewan pun harus ada ruangan karouke.

Semakin lama berbagai tayangan edukatif semakin tidak diminati, lihat saja berubahnya orientasi TPI. Investor akan berfikir seribu kali kalau mau membuat televisi edukasi. Sudah sedemikian membusuk mata sampah, sehingga enggan menyaksikan acara-acara yang bermanfaat, punya nilai edukatif serta penambahan spiritual. Makanya acara yang berbobot  seperti santapan ruhani diletakkan di pagi hari pukul 05.00, waktu orang mulai sibuk bersiap untuk kerja ke kantor. Hampir tidak ada yang mau memasang iklan pada jam jam seperti itu. “Tuhan sangat miskin dan syaithan sangat kaya kalau dilihat dari tayangan-tayangan televise”. Celetuk seorang kru televisi swasta.

Telinga sampah adalah telinga yang senang dengan bunyi-bunyian sampah, lagu-lagu sampah, music-musik sampah, hiburan sampah, banyolan sampah, cerita sampah dan lain lain. Diantara persoalan serius lagu-lagu adalah lirik liriknya. Tanpa disadari banyak sekali uangkapan kemusyrikan, terutama lagu lagu cinta. Memuja muji kepada selain Allah SWT secara berlebihan  tidak proposional banyak sekali diungkapkan dalam nyanyian-nyanyian cinta. Seperti “Aku lahir hanya untukmu..”  “lebih baik aku mati ditanganmu” , “dihatiku hanya ada kamu..” atau “ Hidup ini terasa hampa tanpa ada kamu disisiku” dan berbagai ungkapan gombal lainnya…

Akhirnya kita juga banyak menyaksikan aktifitas sampah, seperti tongkrongan sampah, pesta sampah, pertunjukan sampah, ceremoni sampah, dan sebagainya. Isi acaranya hanya kemaksiatan dan kesenangan hewaniah. Mata, telinga, kaki dan tangan penuh kamaksiatan, Akal dan fikiran ngeres dan penuh  kotoran. Jiwa dan Hati keras dan kelam, sulit menerima masukan, sulit untuk diajak kebaikan.

Jika semua itu yang tersebut diatas dilakukan oleh seseorang secara terus menerus, apalagi dilakukan oleh seorang pemuda, maka bisa kita sebut “Pemuda Sampah”. Dan jika pemuda itu telah menjadi korban sampah sehingga hari-harinya tidak lagi produktif,  hanya menhasilakan aktifitas dan pekerjaan sampah, maka layak juga disebut “Sampah Pemudah”

Jadi Sampah Pemuda adalah sampah yang dihasilkan oleh berbagai aktifitas, kegiatan, pekerjaan, hoby para pemuda yang tidak membawa manfaat apa-apa kecuali kotoran, bau busuk, sumber penyakit dan sebagainya. Sementara Pemuda Sampah adalah pemuda hasil korban dari kedekatannya dengan sampai, sehingga hari-hari waktunya habis disibukan oleh berbagai macam aktifitas yang tidak ada manfaat bahkan banyak menumbulkan bahaya. Baik bahaya untuk dirinya maupun bahaya untuk lingkungannya.

Apabila pemuda sampah bertemu dengan program iblis laknatullah yang pekerjaanya menyesatkan manusia kemudian didukung oleh teknologi maka menjadi bahaya yang sangat serius. Membutuhkan penanganan yang serius pula agar tidak semakin banyak para pemuda yang menjadi korban sampah. Menjadi tanggung jawab kita semua bagaimana caranya mengolah sampai agar bisa berguna kembali. Pengolahan sampai sangat berbeda dengan pengolahan bahan biasa. Membutuhkan beberapa tahapan proses, sebelum di daur ulang. Mulai dari pemilahan berbagai jenis bahan, pencucian, peleburan dan pembentukan.

Begitu juga penanganan Pemuda Sampah akan sangat berbeda dengan pemuda yang biasa. Membutuhkan ekstra kerja keras kita untuk bisa menyelematkan generasi muda yang sudah tekena penyakit sampah. Karena itulah dibutuhkan kesadaran bersama dari seluruh komponen masyarakat, dimulai dari mengetahui dan sadar akan realitas apa yang terjadi sesungguhnya di sekitar kita. Karena tidak jarang orang yang tidak tahu apa-apa tentang lingkungannya sendiri, sehingga masih merasa tenang, tidak peduli apa yang sebenarnya terjadi.

Semoga kita masih punya waktu sekedar untuk peduli mau tahu nasib anak bangsa terutama dikalangan pemudanya. Sehingga ada suhu dan motivasi yang sama untuk kita berjuang bagaimana caranya menyelamatkan pemuda kita dari berbagai ancaman yang menghadang di hadapan mereka.

Penulis :
Nama      :  Abdullah Muadz ( Bang Uwo )                               
Aktifit                        Aktifitas  :       

1.      Ketua Umum Assyifa Al-Khoeriyyah Subang
2.      Pendiri Pesantren  Ma’rifatussalaam  Kalijati subang
3.      Pendiri, Trainer & Presenter di “Nasteco”
4.      Pendiri dan Trapis Islamic Healing Cantre
5.      Pendiri LPPD Khairu Ummah Jakarta

Rabu, 15 Oktober 2014

Perbudakan Kontemporer



Perbudakan Kontemporer
Abdullah Muadz


Ganti Nama dan Atribut  
                                                                                                     
Budak, kuli, orang upahan, jongos, hamba sahaya adalah sebutan penghinaan kepada manusia sebagai sebuah setatus atau profesi yang dianggap paling rendah, sehingga tidak disukai manusia pada umumnya. Namun faktanya hingga hari ini masih banyak ditemukan manusia yang bermental dan berprilaku seperti Budak. Walaupun bentuk, Istilah, symbol, atribut dan namapun berbeda dari masa kemasa, antara satu peradaban dengan peradaban lainnya.      
                 
Zaman dahulu budak-budak dibelenggu dengan rantai, dipekerjakan dan diperas tenaganya habis-habisan, dan diberi upah ala kadarnya sekedar penyambung hidup saja. Biasanya budak-budak ini diperolah dari tawanan perang atau melalui transaksi jual beli. Ada juga budak-budak itu didapat dari hasil perburuan. Persis seperti memburu hewan, para pemburu mengejar sampai dipedalaman hutan-hutan Afrika dan Amazon, kemudia hasil buruannya dijual dipasar perbudakan.                                       
                                                                                      
Tujuan membeli budak memang untuk dipekerjakan, dengan upah murah hasil optimal, diperlakukan seperti hewan saja, tidak mengenal prikemanusiaan. Jika budak itu hasil dari transaksi atau tawanan perang, mungkin masih terasa bahwa dirinya sedang diperbudak. Namun apabila budak itu mempunyai anak dan tidak sempat mendidik anaknya karena harus bekerja keras sepanjang hari, maka anaknya nanti akan bermental budak pula, namun tidak lagi merasa terpaksa, bahkan merasa bangga dirinya diperbudak. Apalagi majikannya mempunyai kedudukan dimasyarakatnya, maka si budak tadi akan merasa bangga menjadi pengabdi majikannya.   

Sekarang cara berburu dan membelenggu perbudakan modern sudah berbeda, tidak lagi dengan perburuan dihutan, juga membelenggunya tidak lagi dengan rantai. Apabila yang sangat diperlukan perbudakan Intelektual maka berburunya di sekolah dan dikampus-kampus. Senjatanya melalui media informasi terutama internet, kemudaian rantai belenggunya melalui beasiswa, tugas belajar, pertukaran pelajar, SK penghargaan, piagam, anugrah gelar kehormatan, sampai di iming-iming pekerjaan dengan salary yang menarik. Jangan heran budak-budak zaman modern kini ada yang bergelar Doktor.               
                                        
Terkadang ada juga perburuannya dengan cara-cara yang kotor, yaitu dengan menjebak para pemuda yang punya potensi luar biasa, dengan berbagai bentuk kemaksiatan, yang apabila diketahui masyarakat, akan menanggung aib yang sangat memalukan. Akhirnya si pemuda tadi tidak berdaya, karena kartu turf dirinya sudah ditangan majikan. Sewaktu waktu loyalitasnya luntur apalagi berani melawan, maka tidak segan-segan sang majikan untuk membongkar kartu truf itu. Jadilah pemuda yang tertawan.             
                                                                 
Persamaan budak zaman dahulu dan sekarang adalah pada mentalitas budaknya itu. Loyalitas, ketundukan, kepatuhan, serta ketaatan mutlak pada majikan, adalah sikap yang selalu melekat pada manusia yang bermental budak. Walaupun memiliki serenceng gelar, bagi yang bermental budak tetap sama saja akan sangat patuh kepada sang majikan yang telah member beasiswanya.
 
Perbudakan zaman sekarang sudah berganti, baik nama, baju, lambang, simbol, atribut dan cara kerjanya. Tetapi apapun sebutan yang digunakan kita masih bisa melihat ciri-cirinya yang begitu jelas.

Kehilangan Kendali Diri     
                                                                                                      
        Ciri pertama yang disebut budak adalah dia tidak memiliki kontrol dan kendali atas dirinya sendiri. Ada majikan yang mengendalikannya. Dengan belenggu yang cukup kuat, budak itu ditakdirkan tidak bisa melawan majikan. Berbagai jenis belenggu saat ini adalah berupa hutang budi, cuci otak, kebebasan mengumbar nafsu syahwat dan sebagainya.     
                       
          Hutang budi adalah berbagai macam fasilitas dan penghargaan yang diterima oleh orang-orang yang terpilih dan dipastikan  bisa menjadi loyalis majikan. Para majikan mempunyai data base jejak rekam para calon-calon budak yang mempermudah seleksi, siapa saja yang nantinya akan bisa menjadi pendukung sekaligus loyal terhadap majikannya.      
                                        
          Hidup dizaman matrialisme seperti sekarang ini tidak ada yang gratis, semua serba ada harganya. Walaupun disebut bantuan itu hanya politik pencitraan. Apalagi waktu kampanye, omong kosong banget kalau ada bantuan murni tidak mengharap imbal balik.       
                        
          Hebatnya lagi orang-orang yang bermental budak tidak memandang status dan pendidikan. Bisa saja orang yang punya kedudukan tinggi dan pendidikan tinggi dijadikan budak. Para majikan sudah memiliki tools yang sangat canggih untuk menilai siapa saja orang yang punya bakat dijadikan budaknya. Jika hasil penilaian seseorang punya potensi bisa dijadikan budak/boneka, maka bantuan siap digelontorkan berapapun yang diperlukan. Jika ia berpotensi jadi pejabat politis, maka bantuan kampanye akan segera digulirkan unlimited untuk memenangkan calon bonekanya. Sudah tentu dengan berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh si budak boneka itu setelah memagang jabatan.                
                                                                            
Fikirannya Sebatas Upah.    
                                                                                                
            Karena sudah kehilangan kendali diri maka sepenuhnya di berikan kepada majikan untuk dapat mengendalikan dirinya. Para budak merasa tidak punya kemampuan dan tidak bisa apa-apa kecuali hanya menggantungkan hidupnya kepada sang majikan. Mengganggap hanya majikanlah yang memiliki pemikiran, solusi, sistem untuk memperbaiki dan mempertahankan diri sibudak tersebut.                          
                                                                                                             
          Bagi para budak hanya satu konsentrasi fikirannya yaitu bagaimana bisa bertahan hidup, dengan cara menerima pemberian dari majikan, setelah itu siap mengikuti titah perintah sang majikan. Persis seperti  sirkus pertunjukan binatang, si pawang selalu saja membawa makanan untuk merangsang insting binatang agar mengikuti apa yang diinginkan sang pawang. Selalu saja makanan itu diberikan sebagai upah setelah si binatang itu berhasil melaksanakan pertunjukannya.    
                                                                                                                   
            Fir’aun juga memberi upah kepada tukang sihirnya agar bisa membela kepentingannya dari ancaman keberadaan Nabi Musa. : “Dan beberapa ahli sihir itu datang kepada Fir'aun mengatakan: " Apakah kami akan mendapat upah, jika kamilah yang menang (atas Musa) ?, Fir'aun menjawab: "Ya tentu saja sesungguhnya kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku)." ( Q.S Surah Al ‘Araaf (7) ayat : 113 – 114 )        
                          
           Jangan heran kalau kemudian si budak menjadi pembela dan sangat loyal terhadap majikannya. Fikiran dan prasaannya sudah terbelenggu oleh berbagai fasilitas yang membuatnya nyaman. Sudah tidak sanggup lagi berfikir kemerdekaan, harga diri, kemandirian, serta pembelaan terhadap bangsanya sendiri.       
                                                                                                 
Cuci Otak                
                                                                                                                  
            Bagi calon budak dari kalangan intelektual sang majikan tahu bahwa kebutuhannya bukan sebatas perut atau dibawah perut. Maka upah yang diberikan juga bukan sebatas dengan uang saja, tapi ada kompensasi lain berupa berbagai macam penghargaan. Karena mereka sangat membutuhkan status sosial dimasyarakatnya, agar memiliki kedudukan yang terhormat.    

           Majikan akan menyeleksi  kaum terpelajar yang masih memiliki mentalitas budak, untuk diberi penghargaan agar bisa menjadi pendukung dan loyalis majikan. Apalagi untuk mereka yang terbukti sudah menghasilkan pemikiran nyeleneh, destruktif, dan pro imprialis, akan sangat mudah mendapatkan fasilatas, beasiswa, gelar dan berbagai bentuk penghargaan.  
               
          Hasil dari proses cuci otaknya sangat jelas terlihat. Walaupun sudah sampai gelar S3 akan lumpuh daya analisanya ketika melihat kepentingan majikan. Pembelaan habis-habisan, sampai membabi buta jika sang majikan dikritik. Sedemikian jelas, terang benderang aksi-aksi kejahatan impreialis, tidak mampu dilihatnya, karena status si imperialis itu sebagai majikan.  Seperti apapun tingginya pendidikan tetap saja budak ya budak juga alias jongos.    
                  
            Pembentukan mentalitas budak dari kaum terpelajar ini tentu memakan waktu lebih lama di banding dari penguasa, politikus, artis dan golongan lainnya. Biasanya melalui proses beasiswa untuk studi terlebih dahulu. Diharapkan setelah menjadi sarjana pola fikirnya sudah tercuci dan sekaligus terwarnai menjadi pembela Imprialisme sejati.    
                                                      
Alat Exploitasi                                           
                                                                               
             Sejak dahulu hingga sekarang yang namanya budak, apapun  namanya atau modelnya tetap sama saja fungsinya, yaitu sebagai alat mengeruk kekayaan untuk si majikan. Dalam bentuk makro Budak itu dijadikan alat eksploitasi kekayaan suatu negara untuk kepentingan negara-negara imperialis.           
                                                                                                                         
              Berbagai istilah seperti, komprador, kaki tangan, tentara bayaran, pemimpin boneka, antek-antek, dan sebagainya adalah nama-nama fungsi dan tugas si budak. Ketika dikemas dengan nama yang berbeda, simbol dan atribut yang keren, disertai dengan penghargaan dan gelar, maka status budak kini sudah menjadi supermasi. Apalagi budaya feodal ditengah-tengah masyarakat belum hilang, maka keadaan bisa berbalik, orang berlomba-lomba untuk menjadi jongos-jongon imperialisme. Tidak ada sedikitpun perasaan berkhianat, hina atau minder, malah sebaliknya merasa pahlawan, terhormat dan bangga.     
                                                                            
           Berapa kekayaan alam kita seperti emas, uranium, minyak, gas, batu bara hasil laut, hutan dan sebaginya, yang tersedot untuk kepentingan asing dengan bagi hasil yang tidak adi?. Berapa nilai produk Import yang bukan kebutuhan primer, hanya untuk gengsi anak bangsa?.  Berapa fee management dan waralaba dari produk-produk asing?. Berapa uang para keluarga pejabat yang dihabiskan untuk shoping keluar negeri?.  Berapa uang hasil korupsi yang disimpan diluar negeri?.  Berapa milyar uang yang keluar keluar cuma pertunjukan musik 2 jam ?, belum lagi kerusakan moral yang ditimbulkan, sudah tidak bisa dinilai dengan materi seberapapun !!!.  
                         
              Kenapa semua itu bisa terjadi dan berlangsung berpuluh-puluh tahun lamanya?. Jawabannya adalah karena ada diantara anak bangsa ini yang mau dijadikan budak-budak atau jongos-jongos Negara-negara Imperialis. Cukup dengan pengakuan Jhon Perkin sebagai wakil dari Kaum Imperialisme, seharusnya para budak menyadari akan keberadaan dirinya selama ini, sebagai agen asing yang menghancurkan negaranya sendiri.. atau malah belum baca?.

Selasa, 14 Oktober 2014

Neo KNIL



Belanda Hitam
                                                                 Abdullah Muadz     

   Dalam setiap penjajahan selalu ada dari orang-orang bumi putera yang membantu dan melayani sang penjajah, termasuk di Indonesia. Tidak mungkin Belanda negara yang begitu kecil dan sedikit penduduknya bisa menjajah Indonesia ratusan tahun, tanpa bantuan pribumi. Termasuk pasukan Militernya seperti KNIL, banyak menggunakan orang-orang Indonesia sendiri yang menjadi anggotanya dan siap bertempur melawan saudaranya sendiri. Pertanyaannya adalah mengapa bisa sampai sedemikian hebatnya sang penjajah menggunakan tenaga manusia yang berasal dari negara jajahannya sendiri.?                                                                                   

KNIL  Singkatan dari Koninklijk Nederlands Indische Leger  adalah tentara kerjaan Hindia Belanda yang melayani dan membantu Pemerintahan Hindia Belanda. Walaupun demikian banyak anggota-anggota nya bumi putra bukan orang-orang belanda. Tahun 1936 jumlah pribumi yang menjadi tentara KNIL mencapai 33 ribu orang atau sekitar 77%. Tentu tidak mudah begitu saja diterima sebagai tentara KNIL karena akan ditugaskan berperang melawan saudara sebangsanya sendiri. Karena itulah harus melalui proses cuci otak dan seleksi yang ketat, agar tidak terjadi senjata makan tuan.

Rupanya perkembangan zaman tidak membuat paradigma KNIL ini menjadi lapuk. Bahkan sekarang ini kita dapatkan orang berlomba-lomba untuk menjadi “Neo KNIL” dengan iming-iming materi, gengsi dan kehormatan, mereka yang hari ini mentalitasnya Budak Penjajah justru merasa bangga menjadi “Londo Ireng” (Belanda Hitam). Di Negeri yang budaya feodalis belum hilang seperti ini, atribut materi, pangkat, jabatan dan kedudukan menjadi supermasi. Jangan heran kalau para budak penjajah menempati kedudukan yang terhormat ditengah-tengah masyarakat feodal seperti ini.

Untuk itu marilah kita lihat seperti apa mentalitas Neo KNIL itu sekarang..:

1.      Inferior
Diantara mental seorang budak yang paling menonjol adalah mental Rendah Diri. Merasa tidak punya apa-apa, tidak bisa apa, tidak bisa berdiri dikaki sendiri, merasa belum siap untuk merdeka, hanya dengan bantuan majikan merasa bisa hidup. Maka penghormatan kepada majikan kaum imperialis sangat berlebihan semantara melihat bangsanya sendiri penuh dengan kehinaan. 

Indikator yang paling mencolok adalah ketidak mampuan mereka melihat kejahatan majikan yang sedemikian jelasnya,  sehingga tidak bisa mengkritisi majikan, mungkin karena sudah banyak diberikan roti  dan keju. Sementara terhadap saudara sebangsanya sendiri sangat sinis, terutama kepada para pejuang yang ingin memerdekakan bangsa ini dari berbagai bentuk penjajahan.

Indikator lainnya adalah pembelaan kepada sang Majikan kaum Imprialis sangat berlebihan dan over acting seperti orang yang sedang mencari muka. Padahal roti dan keju yang diberikan oleh majikan adalaha hasil rampasan dari berbagai kekayaan Negara si Jongos tersebut. Tapi yang namanya sudah mental Budak tidak mau tahu, yang penting perut kenyang bantuan dari majikan.

Kita juga menyaksikan apabila si jongos ketemu dengan si Majikan bahasa tubuhnya tidak bisa disembunyikan, terlihat dengan jelas mental jongosnya, dengan membungkukkan badannya, sambil tangannya memegang bagian bawah dekat kemaluanya. Saat terjadi dialog maka satu kata yang haram keluar dari mulut si Jongos tadi adalah kata “Tidak”. Apa saja yang diinginkan oleh simajikan harus dijawab dengan “Inggiih”

2.      Shock Culture
Sifat Inferior membawa dampak seseorang menjadi sering norak atau katro. Melihat kemajuan material, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di kecuali harus ikut apa majikan kalau mau maju. Saat itulah otak menjadi beku, kreatifitas mandeg, yang ada Cuma copy paste, ikut, nurut, nunut, manut, ngekor, ngintil, jiplak, ngepek seperti kerbau yang Negara-negara imperialis semakin merasa tidak berdaya lagi. Seolah tidak ada pilihan lain sudah cicocor hidungnya, ditarik kemana saja mau ikut.

Menjadi tolak ukur kemajuan kalau dalam kesehariannya jika sudah bisa mengikuti pola dan gaya hidup barat. Juga menjadi naik status sosialnya jika bisa menyelenggarakan berbagai event, termasuk pesta perkawinan dan seremonial laiinya dengan “Gaya Londo”. Kalau perlu anak dijadikan obyek untuk meningkatkan status social orang tuanya melalui pesta pernikahan tersebut. Belum lagi hari-hari yang dianggap besar, seperti tahun baru, valentine day, april mop dan pesta-pesta lainnya, maka berlomba-lombalah si Belanda  Hitam untuk memamerkan atraksi ke”Norak”annya dengan sangat PD nya.

Semakin norak lagi dengan bangganya memamerkan hasil fikirannya yang tidak lain Cuma hasil jiplakan punya majikannya, tetapi merasa hasil karyanya sendiri. Memang diantara ciri khas budak ialah tidak merasa bahwa dirinya sedang diperbudak. Dengan bangganya mengabdi pada majikan yang dianggap punya jasa besar terhadap dirinya. 

3.      Komprador Volunteer
Ketika noraknya sudah sedemikian rupa, sampai ia siap menjadi tenaga sukarelawan untuk mempromosikan barang dagangan majikannya. Mulai dari gaya hidup, budaya, seni, makanan, minuman, pakaian, assesoris, symbol, lambing atribut dan sebagainya. Dengan media informasi yang dimiliki majikannya, menjadi laris manis dagangan yang dijualnya. Jadilah bangsa ini menjadi sangat konsumeris dan pengimpor besar barang-barang asing.

Rupiah terus anjlog terutama terhadap mata uang Negara-negara Imperialis. Ekonomi tidak stabil, inflasi semakin tinggi. Pengangguran semakin banyak. Produk asing semakin tidak terbendung, mulai dari teknologi tinggi sampai tusuk gigi. Negara ini   isinya 2/3 lautan tapi garam bisa import dan tidak merasa malu. Tempe tahu kecap makanan rakyat, tapi 80% kedelenya Impor.

Mereka-mereka yang berhasil mengimpor produk-produk asing terutama seni dan budaya, bisa bertengger di papan atas, seperti pahlawan lagaknya, karena berhasil mempekenalkan budaya asing ke tengah-tengah anak bangsa ini. Sementara milyaran uang terus terkuras keluar, karena kesukaannya terhadap produk-produk asing. Sementara kerusakan moral akibat dari budaya Import tersebut sudah sedemikian besar, tidak bisa dihitung lagi dampak kerugiannya.

Diantara ciri seni dan budaya Negara-negara Imprialis adalah Kebebasan berekspresi kebinatangan atau mengumbar syahwat. Atas nama Hak Asasi dan Kebebasan, ekspresi mereka tidak bisa dilarang. Karena nanti akan dituduh Anti HAM dan akan diadukan kemajikannya. Sekarang ini organisasi atau club-club yang menjadi kaki tangan Imprialis berada di papan atas. Dengan pongah, sombong serta bangganya mereka terus menjajakan barang dagangan milik majikannya ke tengah-tengah masyarakat pribumil.

Sementara mereka yang mempertahankan kedaulatan Negara, menjaga rupiah jangan sampai anjlog, menjaga budaya bangsa agar jangan sampai dirusak, mengingatkan anak bangsa agar mencintai produk dalam negeri, akan dicap sebagai orang yang menghalangi kebebasan berekpresi, tidak mengerti HAM dan sebagainya. Ribuan orang pribumi tewas mereka akan seperti orang buta, gagu dan budge, tidak bisa bicara. Tetapi andai satu orang bule saja mati, maka geger dunia seperti kebakaran jenggot, media gempar, rame-rame si jongos Impralis itu juga ikut teriak-teriak, sambil menyalahkan saudaranya sendiri sesama pribumi.

4.      Raja Tega
Seorang tentara KNIL dilatih, dididik, serta dicuci otaknya agar siap berperang melawan pribumi atau saudaranya sendiri. Maka dimasukan resep PIL yang bernama “Si Raja Tega”. Dengan demikian dia tidak akan ragu-ragu lagi siap bertempur untuk mengganyang saudaranya sendiri. Orang belanda menyebut panggilan pribumi yang berani melawan dengan Istilah Extrimist. Orang yang sudah otaknya tercuci maka dia tidak punya beban apapun ketika harus membantu majikan si Imperialis dalam memberangus para pejuang kemerdekaan. Roti dan keju yang telah membutakan hati si jongos tadi, sehingga tidak lagi terfikir bagaimana Negara yang semakin hancur lebur ini.

Sementara sekarang Neo KNIL sudah berada di zaman modern yang serba tehnologi. Bukan hanya cuci baju saja yang bisa pakai mesin otomatis, tetapi cuci otak juga sudah bisa secara otomatis. Dengan sarana dan fasilitas pengumbar nafsu syahawat yang semakin mudah, murah dan dekat terjangkau, terjadilah proses cuci otak melalui “CANDUisasi” dengan “PIL Syahwat” yang semakin lama semakin tinggi dosisnya sampai dalam keadaan SAKAU yang terus menerus, tidak bisa dihentikan.

Dalam keadaan SAKAU yang terus menerus, maka setiap orang yang memberikan Pil Candu tersebut akan diangkat sebagai majikan, sebaliknya siapa saja yang mencoba menghentikan akan dianggap sebagai lawan. Disitulah proses cuci otak terjadi. Hak Asasi diartikan kebebasan mengumbar Nafsu Syahwat, sementara melarangnya berarti menentang HAM, akan siap berhadapan dengan majikannya. 

Secara otomatis otak sudah tercuci, “kawan dan lawan” diukur siapa yang memberikan candu dan siapa yang melarang. Bagi yang memberi itu kawan dan yang melarang itu lawan. Dalam keadaan SAKAU pula orang bisa nekat yang penting bisa mendapatkan candu. Saat itulah seseorang bisa jadi raja tega karena sudah hilang akal sehatnya dan sudah putus urat malunya.

Seorang yang ingin mempertahankan kedaulatan negaranya, menjaga kehormatan dan harga diri bangsanya, mengajak untuk bisa berdiri sendiri, akan sangat bertentangan dengan keinginan Negara-negara Imperialis yang menjadi majikan Neo KNIL tersebut. Mereka menginginkan Negara jajahan terus berada dalam keadaan ketergantungan yang terus-menerus, sehingga mudah dikendalikan. 

Saat itulah dua kepentingan bertemu. Si Majikan bagaimana bisa terus menjajah, si Neo KNIL  yang sudah SAKAU berkeinginan bagaimana roti dan keju plus candu syahawat tadi tidak boleh putus. Ketika Negara berdaulat, kehormatan dan harga diri terjaga disitulah nafsu liar yang akan merusak negara sangat dibatasi, sehingga si Jongos tadi merasa terancam kepentingannya.