Cara Mengontrol Emosi dalam Islam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Salah satu senjata setan untuk membinasakan manusia adalah marah. 
Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. 
Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, 
menggugat takdir, ngomong jorok, mencaci habis, bahkan sampai kalimat 
carai yang membubarkan rumah tangganya.
Karena marah pula, manusia bisa merusak semua yang ada di sekitarnya.
 Dia bisa banting piring, lempar gelas, pukul kanan-pukul kiri, bahkan 
sampai tindak pembunuhan. Di saat itulah, misi setan untuk merusak 
menusia tercapai.
Tentu saja, permsalahannya tidak selesai sampai di sini. Masih ada 
yang namanya balas dendam dari pihak yang dimarahi. Anda bisa bayangkan,
 betapa banyak kerusakan yang ditimbulkan karena marah.
Menyadari hal ini, islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk 
berhati-hati ketika emosi. Banyak motivasi yang diberikan Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam agar manusia tidak mudah
 terpancing emosi. Diantaranya, beliau menjanjikan sabdanya yang sangat ringkas,
لا تغضب ولك الجنة
“Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani dan dinyatakan shahih dalam kitab shahih At-Targhib no. 2749)
Allahu akbar, jaminan yang luar biasa. 
Surga..dihiasi dengan berbagai kenikmatan, bagi mereka yang mampu 
menahan amarah. Semoga ini bisa memotivasi kita untuk tidak mudah 
terpancing emosi
Bagaimana Cara Mengendalikan Diri Ketika Sedang Emosi?
Agar kita tidak terjerumus ke dalam dosa yang lebih besar, ada 
beberapa cara mengendalikan emosi yang diajarkan dalam Al-Quran dan 
Sunah. Semoga bisa menjadi obat mujarab bagi kita ketika sedang marah.
Pertama, segera memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan, dengan membaca ta’awudz:
أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ
A-‘UDZU BILLAHI MINAS SYAITHANIR RAJIIM
Karena sumber marah adalah setan, sehingga godaannya bisa diredam dengan memohon perlindungan kepada Allah.
Dari sahabat Sulaiman bin Surd 
radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Suatu hari saya duduk bersama Nabi
 shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah 
wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ
Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang 
ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi 
minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 
“Apabila seseorang marah, kemudian membaca: A-‘udzu billah (saya berlindung kepada Allah) maka marahnya akan reda.” (Hadis shahih – silsilah As-Shahihah, no. 1376)
Kedua, DIAM dan jaga lisan
Bawaan orang marah adalah berbicara tanpa aturan. Sehingga bisa jadi 
dia bicara sesuatu yang mengundang murka Allah. Karena itulah, diam 
merupakan cara mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih 
besar.
Dari Ibnu Abbas 
radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah
 shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).
Ucapan kekafiran, celaan berlebihan, mengumpat takdir, dst., bisa 
saja dicatat oleh Allah sebagai tabungan dosa bagi ini. Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ
Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia 
tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka 
yang dalamnya sejauh timur dan barat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Di saat kesadaran kita berkurang, di saat nurani kita tertutup nafsu,
 jaga lisan baik-baik, jangan sampai lidah tak bertulang ini, 
menjerumuskan anda ke dasar neraka.
Ketiga, mengambil posisi lebih rendah
Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi.. dan 
lebih tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan 
posisi lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya.
Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan 
saran sebaliknya. Agar marah ini diredam dengan mengambil posisi yang 
lebih rendah dan lebih rendah. Dari Abu Dzar 
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia
 duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, 
hendak dia mengambil posisi tidur. (HR. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, sahabat yang meriwayatkan hadis ini, 
melindungi dirinya ketika marah dengan mengubah posisi lebih rendah. 
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari Abul Aswad Ad-Duali, 
beliau menceritakan kejadian yang dialami Abu Dzar,
“Suatu hari Abu Dzar mengisi ember beliau. Tiba-tiba datang beberapa 
orang yang ingin mengerjai Abu Dzar. ‘Siapa diantara kalian yang berani 
mendatangi Abu Dzar dan mengambil beberapa helai rambutnya?’ tanya salah
 seorang diantara mereka. “Saya.” Jawab kawannya.
Majulah orang ini, mendekati Abu Dzar yang ketika itu berada di dekat
 embernya, dan menjitak kepala Abu Dzar untuk mendapatkan rambutnya. 
Ketika itu Abu Dzar sedang berdiri. Beliaupun langsung duduk kemudian 
tidur.
Melihat itu, orang banyak keheranan. ‘Wahai Abu Dzar, mengapa kamu duduk, kemudian tidur?’ tanya mereka keheranan.
Abu Dzar kemudian menyampaikan hadis di atas. Subhanallah.., 
demikianlah semangat sahabat dalam mempraktekkan ajaran nabi mereka.
Mengapa duduk dan tidur?
Al-Khithabi menjelaskan,
القائم متهيئ للحركة والبطش، والقاعد دونه في هذا المعنى، 
والمضطجع ممنوع منهما، فيشبه أن يكون النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ إنما أمره بالقعود لئلا تبدر منه في حال قيامه وقعوده بادرة يندم
 عليها فيما بعدُ
Orang yang berdiri, mudah untuk bergerak dan memukul, orang yang 
duduk, lebih sulit untuk bergerak dan memukul, sementara orang yang 
tidur, tidak mungkin akan memukul. Seperti ini apa yang disampaikan Nabi
 shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perintah beliau untuk duduk, agar orang 
yang sedang dalam posisi berdiri atau duduk tidak segera melakukan 
tindakan pelampiasan marahnya, yang bisa jadi menyebabkan dia menyesali 
perbuatannya setelah itu. (Ma’alim As-Sunan, 4/108)
Keempat, Ingatlah hadis ini ketika marah
Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قادرٌ على أنْ يُنفذهُ دعاهُ 
اللَّهُ سبحانهُ وتعالى على رءوس الخَلائِقِ يَوْمَ القيامةِ حتَّى يُخيرهُ
 مِنَ الحورِ العين ما شاءَ
“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu 
meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk 
pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang 
dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)
Subhanallah.., siapa yang tidak bangga 
ketika dia dipanggil oleh Allah di hadapan semua makhluk pada hari 
kiamat, untuk menerima balasan yang besar? Semua manusia dan jin 
menyaksikan orang ini, maju di hadapan mereka untuk menerima pahala yang
 besar dari Allah ta’ala. Tahukah anda, pahala ini Allah berikan kepada 
orang yang hanya sebatas menahan emosi dan tidak melampiaskan marahnya. 
Bisa kita bayangkan, betapa besar pahalanya, ketika yang dia lakukan 
tidak hanya menahan emosi, tapi juga memaafkan kesalahan orang tersebut 
dan bahwa membalasnya dengan kebaikan.
Mula Ali Qori mengatakan,
وَهَذَا الثَّنَاءُ الْجَمِيلُ وَالْجَزَاءُ الْجَزِيلُ 
إِذَا تَرَتَّبَ عَلَى مُجَرَّدِ كَظْمِ الْغَيْظِ فَكَيْفَ إِذَا انْضَمَّ
 الْعَفْوُ إِلَيْهِ أَوْ زَادَ بِالْإِحْسَانِ عَلَيْهِ
Pujian yang indah dan balasan yang besar ini diberikan karena sebatas
 menahan emosi. Bagaimana lagi jika ditambahkan dengan sikap memaafkan 
atau bahkan membalasnya dengan kebaikan. (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan 
Turmudzi, 6/140).
Satu lagi, yang bisa anda ingat ketika marah, agar bisa meredakan emosi anda:
Hadis dari Ibnu Umar,
من كف غضبه ستر الله عورته ومن كظم غيظه ولو شاء أن يمضيه أمضاه ملأ الله قلبه يوم القيامة رضا
Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. 
Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu 
melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada 
hari kiamat. (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan 
dinilai hasan oleh Al-Albani).
Ya, tapi yang sulit bukan hanya itu. Ada satu keadaan yang jauh lebih
 sulit untuk disuasanakan sebelum itu, yaitu mengkondisikan diri kita 
ketika marah untuk mengingat balasan besar dalam hadis di atas. Umumnya 
orang yang emosi lupa segalanya. Sehingga kecil peluang untuk bisa 
mengingat balasan yang Allah berikan bagi orang yang bisa menahan emosi.
Siapakah kita dibandingkan Umar bin Khatab 
radhiyallahu ‘anhu. Sekalipun demikian, beliau terkadang lupa dengan ayat dan anjuran syariat, ketika sudah terbawa emosi.
Dari Ibnu Abbas 
radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan 
bahwa ada seseorang yang minta izin kepada Khalifah Umar untuk bicara. 
Umarpun mengizinkannya. Ternyata orang ini membabi buta dan mengkritik 
habis sang Khalifah.
‘Wahai Ibnul Khattab, demi Allah, kamu tidak memberikan pemberian yang banyak kepada kami, dan tidak bersikap adil kepada kami.”
Mendengar ini, Umarpun marah, dan hendak memukul orang ini. Sampai 
akhirnya Al-Hur bin Qais (salah satu teman Umar) mengingatkan,
‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah berfirman kepada nabi-Nya 
shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): ‘Berikanlah maaf, perintahkan yang baik, dan jangan hiraukan orang bodoh.’ dan orang ini termasuk orang bodoh.’
Demi Allah, Umar tidak jadi melampiaskan emosinya ketika mendengar 
ayat ini dibacakan. Dan dia adalah manusia yang paling tunduk terhadap 
kitab Allah. (HR. Bukhari 4642).
Yang penting, anda jangan berputus asa, karena semua bisa dilatih. 
Belajarlah untuk mengingat peringatan Allah, dan ikuti serta laksanakan.
 Bisa juga anda minta bantuan orang di sekitar anda, suami, istri, anak 
anda, pegawai, dan orang di sekitar anda, agar mereka segera 
mengingatkan anda dengan janji-janji di atas, ketika anda sedang marah.
Pada kasus sebaliknya, ada orang yang marah di masa Rasulullah 
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaupun meminta salah satu sahabat untuk mengingatkannya, agar membaca ta’awudz, 
A-‘udzu billahi minas syaithanir rajim..
وَقَالَ: له أحد الصحابة «تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ» فَقَالَ: أَتُرَى بِي بَأْسٌ، أَمَجْنُونٌ أَنَا، اذْهَب
“Salah satu temannya mengingatkan orang yang sedang marah ini: 
‘Mintalah perlindungan kepada Allah dari godaan setan!’ Dia malah 
berkomentar: ‘Apakah kalian sangka saya sedang sakit? Apa saya sudah 
gila? Pergi sana!’ (HR. Bukhari 6048).
Kelima, Segera berwudhu atau mandi
Marah dari setan dan setan terbuat dari api. Padamkan dengan air yang dingin.
Terdapat hadis dari Urwah As-Sa’di
 radhiyallahu ‘anhu, yang mengatakan,
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ 
خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا 
غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api,
 dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia
 berwudhu. (HR. Ahmad 17985 dan Abu Daud 4784)
Dalam riwayat lain, dari Abu Muslim Al-Khoulani, beliau menceritakan,
Bahwa Amirul Mukminin Mu’awiyah 
radhiyallahu ‘anhu pernah 
berkhutbah di hadapan masyarakat. Dan ketika itu, gaji pegawai belum 
diserahkan selama dua atau tiga bulan. Abu Muslim-pun berkata kepada 
beliau,
‘Hai Muawiyah, sesungguhnya harta itu bukan milikmu, bukan milik bapakmu, bukan pula milik ibumu.’
Mendengar ini, Muawiyah meminta hadirin untuk diam di tempat. Beliau 
turun dari mimbar, pulang dan mandi, kemudian kembali dan melanjutkan 
khutbahnya,
‘Wahai manusia, sesungguhnya Abu Muslim menyebutkan bahwa harta ini 
bukanlah milikku, bukan milik bapakku, bukan pula milik ibuku. Dan Abu 
Muslim benar. kemudian beliau menyebutkan hadis,
الغضب من الشيطان ، والشيطان من النار ، والماء يطفئ النار ، فإذا غضب أحدكم فليغتسل
Marah itu dari setan, setan dari api, dan air bisa memadamkan api. Apabila kalian marah, mandilah.
Lalu Muawiyah memerintahkan untuk menyerahkan gaji mereka.
(HR. Abu Nuaim dalam Hilyah 2/130, dan Ibnu Asakir 16/365).
Dua hadis ini dinilai lemah oleh para ulama. Hadis pertama dinilai 
lemah oleh An-Nawawi sebagaimana keterangan beliau dalam Al-Khulashah 
(1/122). Syuaib Al-Arnauth dalam ta’liq Musnad Ahmad menyebutkan 
sanadnya lemah. Demikian pula Al-Albani menilai sanadnya lemah dalam 
Silsilah Ad-Dhaifah no. 581.
Hadis kedua juga statusnya tidak jauh beda. Ulama pakar hadis 
menilainya lemah. Karena ada perowi yang bernama Abdul Majid bin Abdul 
Aziz, yang disebut Ibnu Hibban sebagai perawi Matruk (ditinggalkan).
Ada juga ulama yang belum memastikan kelemahan hadis ini. Diantaranya adalah Ibnul Mundzir. Beliau mengatakan,
إن ثبت هذا الحديث فإنما الأمر به ندبا ليسكن الغضب ، ولا أعلم أحدا من أهل العلم يوجب الوضوء منه
Jika hadis ini shahih, perintah yang ada di dalamnya adalah perintah 
anjuran untuk meredam marah dan saya tidak mengetahui ada ulamayang 
mewajibkan wudhu ketika marah. (Al-Ausath, 1/189).
Karena itulah, beberapa pakar tetap menganjurkan untuk berwudhu, 
tanpa diniatkan sebagai sunah. Terapi ini dilakukan hanya dalam rangka 
meredam panasnya emosi dan marah. Dr. Muhammad Najati mengatakan,
يشير هذا الحديث إلى حقيقة طبية معروفة ، فالماء البارد 
يهدئ من فورة الدم الناشئة عن الانفعال ، كما يساعد على تخفيف حالة التوتر 
العضلي والعصبي ، ولذلك كان الاستحمام يستخدم في الماضي في العلاج النفسي
Hadis ini mengisyaratkan rahasia dalam ilmu kedokteran. Air yang 
dingin, bisa menurunkan darah bergejolak yang muncul ketika emosi. 
Sebagaimana ini bisa digunakan untuk menurunkan tensi darah tinggi. 
Karena itulah, di masa silam, terapi mandi digunakan untuk terapi 
psikologi.
(Hadis Nabawi wa Ilmu An-Nafs, hlm. 122. dinukil dari Fatwa islam, no. 133861)
اَللَّهُمَّ نَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الحَقِّ فِي الرِضَا وَالغَضَبِ
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kalimat haq ketika ridha (sedang) dan marah
[Doa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam shalatnya – shahih Jami’ As-Shaghir no. 3039]
Ditulis oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)